Sunday, October 7, 2012

tv vs remote

Di Indonesia ‘televisi’ secara informal disebut dengan TV, tivi, teve atau tipi.
Televisi pada awal diciptakannya menggunakan tabung hampa yang menjadikannya berukuran besar, memiliki konsumsi daya yang besar serta harga yang sangat mahal. Seiring waktu, pelan-pelan teknologi tv mengalami perkembangan dari mulai layar berbasis tabung hitam putih, kemudian berwarna, tv plasma, LCD, HDTV. Demikian juga pelan-pelan harga tivi mulai terjangkau oleh masyarakat, dari kelas atas, menengah dan kini oleh kelas bawah sekalipun.

Tv-tv mulai masuk rumah, dari rumah mewah di perkotaan, rumah di desa-desa sampai pada rumah2 kumuh di pinggir kali. merasuki individu-individu yang cerdas penuh perhitungan, para professor, insinyur, pedagang, buruh, para petani, sekaligus merasuki jiwa-jiwa kosong, dan miskin pendidikan di gang-gang sempit.
kekuatan dari pergerakan ini demikian hebatnya sehingga tak terbendung lagi, mampu mencengkeram batin setiap individu tanpa pandang bulu.

Termasuk di rumah saya.

Saya ingat pertama kalinya ketika orang tua saya membeli tv yang ada remotenya, saya bisa menyalakan dan mematikan tivi dari jarak jauh sesuka saya, mengganti program-program di tv sesuai selera saya sambil tidur2an. Betapa membantunya teknologi remote tv ini, waktu itu. kita bisa mengendalikan tv dari jarak jauh sembari mengerjakan hal-hal yang lain.

Apa yang sebenarnya ada di dalam tv?

Berita gembira, berita duka, berita bencana, berita teknologi, berita perang, discovery channel, film animasi, film action, comedy, talkshow, reality show, gossip, sorotan kehidupan, public figure, politisi, artist, music, nominasi oscar, miss world, fahion show, berita politik, press conference dan lain sebagainya.
Setiap hari kita seperti ingin melihat lagi dan mendengar dari tv, apa gerangan yang terjadi. Berita apa gerangan, lelucon apa, berapa korbannya, film apa, sensasi apa, produk apa, secantik apa, siapa pemenangnya, dan semua perasaan-perasaaan penasaran kita ketika akan menyalakan tv.


Seorang jean baudrilad menerangkan

Teorinya mengenai masyarakat posmodern berdasarkan asumsi utama bahwa media, simulasi, dan apa yang ia sebut ‘cyberblitz’ telah mengkonstitusi bidang pengalaman baru, tahapan sejarah dan tipe masyarakat yang baru.

bahwa kita tengah meninggalkan ‘realitas’ dan sedang dalam perjalanan memasuki apa yang disebutnya ‘hyperreality’; suatu tempat dimana kita bisa bersembunyi dari ilusi yang kita takutkan.



Contoh yang diberikannya untuk menjelaskan simulasi adalah Disyneyland, suatu stasiun imajiner yang merupakan perwujudan dari ilusi di dalam realita Amerika ketika itu. Sesungguhnya, Disneyland merupakan citra virtual yang hadir dalam bentuk komik atau film, tetapi kini menjadi nyata dan hadir, bisa disentuh, dipeluk ditonjok oleh anak-anak dan keluarganya. Bahkan Disneyland Los Angeles terus direproduksi di Disney World di Orlando, lalu mencapai Asia juga. Ini tak pernah terjadi sebelumnya. Dan ini sudah terjadi. Figur-figur fiktif ciptaan Disney , Donald Duck, Little Marmaid dkk sudah menjadi nyata di bumi, secara fisik dan spasial berada ditengah-tengah manusia dan peradabannya.

kita hidup di zaman simulasi, di mana realitas tidak hanya diceritakan, direpresentasikan, dan disebarluaskan, tetapi kini dapat direkayasa, dibuat dan disimulasi. Realitas buatan ini bercampur-baur, silang sengkarut menandakan datangnya era kebudayaan postmodern. Simulasi mengaburkan dan mengikis perbedaan antara yang nyata dengan yang imajiner, yang benar dengan yang palsu. Proses simulasi inilah yang mendorong lahirnya term ‘hiperrealitas’, di mana tidak ada lagi yang lebih realistis sebab yang nyata tidak lagi menjadi rujukan.
Sekarang sampai lah kita pada zaman dimana tv mengambil alih pada kendali pergerakan sosial kita. kita seperti di giring untuk selalu menyalakan tv untuk memahami visinya dan mendengarkan suaranya.

Inilah jaman dimana tv mengendalikan remote-nya.



bersambung >>

*Penemuan televisi pertama disejajarkan dengan penemuan roda, karena penemuan ini mampu mengubah peradaban dunia.

No comments:

Post a Comment